top of page

Energy Talk Series VIII| PV ROOFTOP : Small Movement To Big Impact

Uploaded by Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia | 29 Maret 2021 Script Writer : Miftahus Salam

Editor : Nisma Islami Maharani & Cecilia Novia


Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap merupakan salah satu sumber energi baru terbarukan yang mudah dikembangkan secara masif. Hal ini dikarenakan Indonesia berada pada katulistiwa sehingga memiliki potensi energi surya yang besar. Untuk potensi PLTS atap sendiri memiliki potensi sebesar 655 GWp berdasar perhitungan dari IESR. Akan tetapi implementasinya hanya baru 0,009%. Masa depan dari PLTS atap merupakan tonggak dari implementasi energi baru terbarukan. Oleh karena itu diperlukan sebuah langkah kecil untuk dapat memunculkan impact yang besar dari PLTS atap ini.


Dari berbagai macam sumber energi baru terbarukan (EBT), PLTS merupakan sumber energi yang mudah instalasinya dan memiliki potensi yang besar di Indonesia. Menurut IESR [1], Indonesia memiliki potensi PLTS antara 3.000 - 20.000 GWp.

Selain potensinya, PLTS merupakan sumber energi EBT yang paling memungkinkan untuk diimplementasikan di tiap kota di Indonesia karena kemudahan instalasinya.






Pertumbuhan pengguna PLTS sendiri terus meningkat tiap tahunnya. Terkhusus PLTS atap sendiri kapasitas terpasangnya sudah mencapai 30,4 MWp pada Q3 tahun 2020 yang semula 16,7 MWp pada tahun 2019.

Pada Oktober 2020, pemasangan PLTS konsumen residensial meneningkat 2,5 MWp kapasitasnya menjadi 5,68 MWp. Peningkatan konsumen ini meningkat hampir dua kali lipat, yang mana sebesar 3,17 MWp pada akhir tahun 2019.


Peningkatan kapasitas ini disebebakna oleh meningkatnya konsumen baru untuk PLTS residensial ini. Peningkatan konsumen terjadi 60,7% atau meningkat lebih dari 1,5 kali lipat. Peningkatan ini terjadi sebesar 889 konsumen baru sehingga konsumen sekarang yang ada sebesar 2.352 konsumen PLTS residensial.


Konsumen PLTS residensial masih menjadi konsumen terbanyak dalam hal jumlah pengguna. Dari berbagai segmen mulai dari Industri, Pemerintah, Instansi, hingga perorangan yang mencapai 2.779 pengguna pada Oktober tahun 2020. Pengguna PLTS pada segmen residensial mendominasi sebesar 84% dari total pengguna. Akan tetapi secara kapasitas penggunaan PLTS residensial masih kecil dibandingkan segmen yang lain.


Pertumbuhan PLTS ini tidak lepas dari ambisi pemerintah untuk mempercepat perkembangan PLTS. Sebagai contoh pemerintah sudah dan akan melakukan berbagai implementasi PLTS yaitu:

  • Utility-Scale Solar Development - diimplemenasi pada area bekas tambang dengan kapasitas 2,3 GW. Proyek ini disebar di 3 area yaitu 1,25 GW Di Bangka Belitung, 1 GW di Kutai Barat dan juga 53 MW di Kutai Kartanegara.

  • Substitusi Pembangkit Diesel menggunakan PLTS di daerah 3T

  • Program Surya Nusantara - Program yang diajukan oleh IESR, Program ini menarget subsidi untuk pembiayaan instalasi PLTS atap konsumen dari PLN dengan target sebesar 1GWp/tahun yang dimulai dari tahun 2021 hingga 5 tahun mendatang

  • Sinergi BUMN - Rencana untuk implementasi PLTS atap dengan kapasitas 1,4 GWp yang disebar di fasilitas-fasilitas BUMN yang akan dilaksanakan pada tahun 2025

Untuk melihat apakah Indonesia sudah siap untuk transisi dalam sektor pembangkita, dapat dilakukan dengan melihat kerangka dari Transition Readiness Framework (TRF). Kerangka ini terdiri dari :

1. Politik dan Regulasi

  • Komitmen dan Kemauan dari sisi politik penguasa

  • Kualitas kerangka regulasi terkait energi baru terbarukan

2. Investasi dan Keuangan

  • Iklim investasi untuk pembangkit energi baru terbarukan

  • Trend Investasi energi baru terbarukan secara global

3. Tekno-ekonomi

  • Perencanaan dari pembuatan pembangkit energi baru terbarukan yang akan diimplementasikan

  • Harga kompetitif yang ditawarkan dari energi baru terbarukan yang akan diimplementasi

4. Sosial

  • Kesadaran sosial dari masyarakat

  • Sumber daya manusia

Selain dari Pemerintah, Asosiasi Energi Surya Indonesia juga melakukan sebuah gerakan untuk dapat meningkatkan penggunaan PLTS atap oleh penduduk Indonesia. Gerakan ini dinamakan Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap. Gerakan ini bertujuan untuk :

  • Mempercepat hingga kepasitas mencapai gigawatt

  • Menumbuhkan industri nasional dan green jobs

  • Penyediaan listrik ramah lingkungan

  • Memobilisasi partisipasi masyarakat

  • Mendukung komitmen Indonesia atas Paris Agreement

Menurut AESI sendiri pengembangan energi surya terjadi adanya hambatan karena :

Ada target, namun implementasinya belum konsisten

  • Harga energi terbarukan belum menarik, biaya investasi belum affordable

  • Dianggap sebagai"beban" karena intermittent

  • Minim insentid baik dalam fiskal maupun non fiskal dan perizinan padahal masih infant

  • Minim pembiayaan umum kepemilikan PLTS skala kecil

Regulasi PLTS Atap di Indonesia

Dasar Hukum

  • UU Ketenagalistrikan memperbolehkan konsumen menggunakan pembangkit listrik untuk kepentingan sendiri

  • Jual beli listrik antara konsumen dengan pihak ketiga tidak diperbolehkan

  • Peraturan Menteri ESDM No. 49/2018 tentang Penggunaan Sistem PLTS atap oleh konsumen PLN (terakhir diubah Peraturan 16/2019)

Permen ESDM 49/2018 berlaku untuk siapa saja?

  • Setiap orang yang membeli listrik dari PLN (RT, komerisal, industri)

  • PLTS atap dan ground-mounted

Perizinan

  • IUPTL Kepentingan Sendiri Total kapasitas >500 kW yang terhubung dalam suatu sistem instalasi

  • Sertifikat Layak Operasi (SLO) Total kapasitas >500 kW, dengan kontrol panel menjadi satu bagian terpisahkan

  • Dokumen Lingkungan

  • Persetujuan Bangunan Gedung ( Dulu IMB)

Ekspor-impor energi

  • Kelebihan daya dari PLTS akan diekspor ke grid PLN, diperhitungkan dengan diskon 35% untuk mengurangi tagihan pelanggan (mis. ekspor 100 kWh akan mengurangi tagihan dari PLN sebesar 65 kWh)

  • Jika listrik yang disalurkan ke PLN (setelah 35% diskon) lebih banyak daripada konsumsi listrik dari PLN, maka selisihnya akan diperhitungkan di bulan berikutnya (roll over setiap kuartal)

Ketentuan Non Pelanggan PLN

  • Syarat Perizinan (IUPTL, SLO, PBG, lingkungan) tetap sama.

  • Tidak butuh persetujuan PLN dan pembayaran capcity charge ke PLN

  • Pemegang wilayah usaha mungkin memiliki persyaratan khusus

Kepemilikan atas aset PLTS

  • Konsumen tidak harus memiliki aset PLTS secara langsung, akan tetapi untuk sewa diperbolehkan.

  • Kegiatan usaha penyewaan pembangkit listrik terbuka untuk 100% asing

  • Tidak boleh ada jual beli listrik.

Untuk dapat menghasilkan kebermanfaatan yang besar, diperlukan tiap langkah kecil untuk memulai. Apa yang telah dilakukan oleh PLN, Pemerintah, AESI, maupun masyarakat yang lain akan membawa dampak yang baik ke depannya bagi perkembangan EBT khususnya energi surya di Indonesia. Tapi patut digaris bawahi segala tidakan harus tetap sesuai dengan regulasi dan hukum yang berlaku.



Freely register as PJCI member, click here: pjci.idremember.com www.smartgridindonesia.com


Featured Posts
Recent Posts
Archive
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
bottom of page